1.
HUBUNGAN
ANTARA HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA
Ada
hubungan antara kedua hokum tersebut adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perseorangan yang lain dengan segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu bidang dari hokum perdata adalah perikatan. Perikatan adalah satu
perbuatan hokum yang terletak dalam bidang hokum harta kekayaan, antara dua
pihak yang mashing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu
memiliki ha katas prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain
memilik kewajiban atas prestasi tersebut.
Apabila
dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal
1233KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan,
yang khusus timbuldari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini
ada yang bersumber dariperjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatanyang
timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH
Perdatadan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD). Kesimpulanini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum
dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis)
dan hukum dagang merupakanhukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya
sifat dari kedua kelompok hukumtersebut, maka dapat disimpulkan
keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lexgeneralis, artinya hukum yang
bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifatumum. Adagium ini dapat
disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagangyang pada pokoknya
menyatakan bahwa: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak
khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
2.
HUBUNGAN
PENGUSAHA DENGAN PEMBANTU-PEMBANTUNYA
PENGERTIAN PENGUSAHA
Pengusaha adalah
seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaan sendirian, misalnya
pengusaha-pengusaha perseorangan yang setiap hari menjajakan makanan atau
minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya. Dia melakukan perusahaannya
sendirian, tanpa pembantu – itulah pengusaha perseorangan. Bisa juga dia
menyuruh orang lain membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi ada juga
kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya,
jadi dia tidak turut serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli,
sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang bersangkutan.
Definisi tersebut
dapat disimpulkan :
·
Dia dapat melakukan perusahaannya sendirian, tanp pembantu
·
Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya
·
Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya ,
sedangkan dia tidak turut serta melakukan perusahannya.
PEMBANTU DALAM PERUSAHAAN
Perusahaan dapat dikerjakan oleh seorang pengusaha atau beberapa orang
pengusan dalam bentuk kerja-sama. Dalam menjalankan perusahannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dibantu dengan orang lain yang disebut
“pembantu-pembantu perusahaan”.
Perusahaan yang dikerjakan oleh seorang pengusaha tanpa pembntu dinamakan
“perusahaan perseorangan”.
Adapun pembantu-pembantu perusahaan itu ada dua jenis
·
Pembantu-pembantu dalam perusahaan,
misalnya : pelayan toko, pekerja keliling, pengurus filial, pemegang prokurasi
dan pimpinan perusahaan.
·
Pembantu-pembantu di luar perusahaan,
misalnya: agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar dan komisioner.
HUBUNGAN PENGUSAHA DENGAN PEMBANTU-PEMBANTUNYA
- Hubungan perburuhan, yakni hubungan yang bersifat subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Meneger mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan denan sebaik-baiknya, sedangkan pengusah mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KHUPer)
- Hubungan pemberian kuasa, yaitu suatu hubungaan hukum yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa.
- Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai denganperjanjian yang bersangkutan.
- Dua sifat hubungan hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dengan pengusaha tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, karena hubungan hukum bersifat campuran, maka berlakulah pasal 1601 c KUHPer, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya, kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlakulah peraturan mengenai perjanjian perburuhan.
3. KEWAJIBAN PENGUSAHA
· Kewajiban membayar upah; dalam hubungan
kerja kewajiban utama bagi pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya
secara tepat waktu. (Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan) Ketentuan tentang upah ini telah mengalami perubahan
pengaturan ke arah hukum publik. Hal ini terlihat dari campur tangan pemerintah
dalam menetapkan besarnya upah minimum yang harus dibayar oleh pengusaha yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah.
Mengenai masalah upah
juga ditegaskan lebih lanjut dalam Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 2093 Tahun 2005 tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi
(UPM) Tahun 2006 di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dimana dijelaskan
bahwa upah minimum di propinsi daerah khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp.
819.100 perbulan. Dan perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari
ketentuan UPM/Upah Minimum Sektoral Propinsi Propinsi DKI Jakarta, dilarang
mengurangi/menurunkan upah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Peraturan Menteri
Tenaga Kerja RI Nomor: Per-01/Men/1999 tanggal 12 Januari 1999 tentang Upah
Minimum.
· Kewajiban memberikan istirahat/cuti; pihak
pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara
teratur. Hak atas istirahat ini penting artinya untuk menghilangkan kejenuhan
pekerja dalam melakukan pekerjaan. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja.
Selain itu pekerja/buruh juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah
bekerja terus menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
· Kewajiban menyediakan fasilitas
kesejahteraan bagi para pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja
penyediaan fasilitas kesejahteraan dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan
pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan. (Pasal 100 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
· Kewajiban untuk memberitahukan dan
menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya
kepada pekerja. (Pasal 114 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
· Kewajiban untuk melaksanakan ketentuan
waktu kerja. Waktu kerja yang dimaksud meliputi:
- 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
- 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (Pasal 77 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar