Sabtu, 21 Mei 2016

Hukum Dagang



1.     HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA
Ada hubungan antara kedua hokum tersebut adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dengan segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hokum perdata adalah perikatan. Perikatan adalah satu perbuatan hokum yang terletak dalam bidang hokum harta kekayaan, antara dua pihak yang mashing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu memiliki ha katas prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain memilik kewajiban atas prestasi tersebut.
Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbuldari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dariperjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatanyang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdatadan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulanini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakanhukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukumtersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lexgeneralis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifatumum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagangyang pada pokoknya menyatakan bahwa: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

2.     HUBUNGAN PENGUSAHA DENGAN PEMBANTU-PEMBANTUNYA
PENGERTIAN PENGUSAHA
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaan sendirian, misalnya pengusaha-pengusaha perseorangan yang setiap hari menjajakan makanan atau minuman dengan berjalan kaki atau yang lainnya. Dia melakukan perusahaannya sendirian, tanpa pembantu – itulah pengusaha perseorangan. Bisa juga dia menyuruh orang lain membantunya dalam melakukan perusahaan, tetapi ada juga kemungkinan bahwa  dia menyuruh orang lain melakukan perusahaannya, jadi dia tidak turut serta melakukan perusahaan, dengan alasan kurang ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk melakukan perusahaan yang bersangkutan.
Definisi tersebut dapat disimpulkan :
·         Dia dapat melakukan perusahaannya sendirian, tanp pembantu
·         Dia dapat melakukan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya
·         Dia dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya , sedangkan dia tidak turut serta melakukan perusahannya.

PEMBANTU DALAM PERUSAHAAN
Perusahaan dapat dikerjakan oleh seorang pengusaha atau beberapa orang pengusan dalam bentuk kerja-sama. Dalam menjalankan perusahannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dibantu dengan orang lain yang disebut “pembantu-pembantu perusahaan”.
Perusahaan yang dikerjakan oleh seorang pengusaha tanpa pembntu dinamakan “perusahaan perseorangan”.
Adapun pembantu-pembantu perusahaan itu ada dua jenis
·         Pembantu-pembantu dalam perusahaan, misalnya : pelayan toko, pekerja keliling, pengurus filial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
·         Pembantu-pembantu di luar perusahaan, misalnya: agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar dan komisioner.
HUBUNGAN PENGUSAHA DENGAN PEMBANTU-PEMBANTUNYA

  • Hubungan perburuhan, yakni hubungan yang bersifat subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Meneger mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan denan sebaik-baiknya, sedangkan pengusah mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KHUPer)

  • Hubungan pemberian kuasa, yaitu suatu hubungaan hukum yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPer. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa.
  • Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai denganperjanjian yang bersangkutan.

  • Dua sifat hubungan hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dengan pengusaha tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, karena hubungan hukum bersifat campuran, maka berlakulah pasal 1601 c KUHPer, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya, kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlakulah peraturan mengenai perjanjian perburuhan.


3.      KEWAJIBAN PENGUSAHA
·      Kewajiban membayar upah; dalam hubungan kerja kewajiban utama bagi pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. (Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Ketentuan tentang upah ini telah mengalami perubahan pengaturan ke arah hukum publik. Hal ini terlihat dari campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya upah minimum yang harus dibayar oleh pengusaha yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
Mengenai masalah upah juga ditegaskan lebih lanjut dalam Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2093 Tahun 2005 tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi (UPM) Tahun 2006 di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dimana dijelaskan bahwa upah minimum di propinsi daerah khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp. 819.100 perbulan. Dan perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketentuan UPM/Upah Minimum Sektoral Propinsi Propinsi DKI Jakarta, dilarang mengurangi/menurunkan upah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Per-01/Men/1999 tanggal 12 Januari 1999 tentang Upah Minimum. 

·      Kewajiban memberikan istirahat/cuti; pihak pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas istirahat ini penting artinya untuk menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja/buruh juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja terus menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

·      Kewajiban menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi para pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja penyediaan fasilitas kesejahteraan dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan. (Pasal 100 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

·   Kewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja. (Pasal 114 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

·    Kewajiban untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja yang dimaksud meliputi:


  • 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

  • 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (Pasal 77 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)


Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar