Penyelesaian Sengketa
A.
Negoisasi
Pengertian negoisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, negosiasi adalah kegiatan tawar menawar dengan perundingan antara
pemberi dengan penerima sampai mendapatkan suatu kesepkatan bersama antara
kedua belah pihak. Kata negosiasi berasal dari bahasa inggris,
“negotiate”, yang berarti merundingkan, membicarakan suatu kesepakatan.
Negosiasi dilakukan oleh dua pihak
yang memiliki suatu kepentingan, agar kedua belah pihak sama-sama mencapai
tujuannya maka perlu dilakukan perundingan yang berujung pada sebuah
kesepakatan.
Tujuan Negoisasi
Seperti pada penjelsan di awal,
negosiasi bertujuan untuk memperoleh sebuah kesepakatan bersama. Dalam hal ini,
negosiasi memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memperoleh kesepakatan. Melalui
perundingan, kedua belah pihak akan endiskusikan keinginan-keinginan
masing-masing, maka untuk menjembatani keinginan kedua belah pihak maka harus
diputuskan suatu kesepakatan.
2. Mendapatkan solusi. Hasil
perundingan akan memperoleh kesepakatan bersama yang merupakan solusi bagi
kedua belah pihak.
3. Memperoleh keuntungan. Tentunnya
melalui negoisasi akan menghasilkan kesepakatan yang dapat memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak.
Strategi yang ditempuh
untuk mencapai kesepakatan
a. Win-win (menang-menang) strategi. Strategi ini diambil ketika
keduabelah pihak saling menginginkan keuntungan. Misal, negosiasi yang terjadi
antara pekerja dan atasan yang mana atasan setuju menaikan gaji jika pekerja
mampu memberikan pelayanan yang terbaik, sementara itu pekerja sepakat dengan
kesepakatan tersebut. Artinya, dalam strategi ini tidak ada pihak yang
dirugikan, keduabelah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan (tujuannya).
b. Win-lose (menang-kalah) strategi. Strategi ini diambil ketika
situasi tertentu yang membuat salah satu pihak mengharuskan untuk
melakukan sesuatu untuk mendapatkan keuntugan yang sebesar-besarnya namun
disamping itu pihak lainnya terpaksa menerima kekalahan perundingan yang telah
diusulkan. Contoh: pemerintah bersikeras menaikkan harga BBM, sementara
itu rakyat terpaksa menerima kenaikan harga BBM serta harga barang pokok.
c. Lose-lose (kalah-kalah) strategi. Berbeda dengan strategi lainnya,
strategi ini terjadi ketika kedua belah pihak bersikukuh akan pendirian
masing-masing sehingga tidak memperoleh kesepakatan. Contoh: pedagang tidak
memberikan produk yang ditawar oleh pembeli, dengan demikian kedua belah pihak
tidak mendapatkan apapun.
d. Lose-win (kalah- menang) strategi. Strategi ii dipilih dimana satu
pihak sengaja mengalah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pihak
lain. Conth: pedagang mengurangi harga jual pada pelanggan dengan harapan
pelanggan akan percaya dengan penjual, dengan strategi ini jika pelanggan
puas maka pelanggan sengaja atau tidak akan menginformasikan kepada orang lain
agar berbelanja di tempat penjual tersebut.
Taktik
yang dapat dilakukan saat negoisasi yaitu :
a. Membuat
jadwal. Taktik
ini harus dilakukan ketika perselisihan tak dapat dileraikan. Dengan memberikan
waktu kepada kedua belah pihak maka akan mendorong untuk menghasilkan
kesepakatan yang diinginkan. Misal tawar menawar jual beli rumah atau mobil.
b. Blufing. Merupakan taktik klasik yang
sering digunakan yang bertujuan untuk mengelabui pihak lain guna membuat pihak
tersebut mengalah. Contoh: ketika terjadi demonstrasi kenaikan gaji yang
dilakukan oleh pekerja, pengusaha seolah-olah tidak peduli dengan aksi mogok
kerja yang dilakukan pekerja. Dengan demikian pekerja merasa kalah dan terpaksa
mnegikuti aturan main dari pengusaha.
c. Memberikan tenggat waktu. Artinya
dengan taktik ini salah satu pihak memberikan tenggat waktu kepada pihak lain
untuk mencapai kesepakatan. Contoh: penjual kambing memberikan tenggat waktu
kepada calon pembeli harga yang bisa jadi jalan tengah dalam perundingan
tersebut. Jika sampai waktu yang ditentukan pembeli tidak dapat memberi
keputusuan maka pembeli lah yang kalah. Biasanya dalam taktik ini dilakukan
karena salah satu pihak memiliki lebih dari lawan negoisasi.
d. Intimidasi. Dalam taktik ini
negoisasi dilakukan dengan menggunakan ancaman. Misal, seseorang yang mengancam
akan bunuh diri jika gebetannya menolak jadi kekasihnya (sungguh problematika
jaman sekarang).
Negoisasi dapat dilakukan
secara lisan ataupun tulisan. Dalam melakukan negoisasi secara tulisan,
perhatikan format teks negoisasi berikut:
a. Pembukaan. Pada bagian ini merupakan bagian
awal dari teks negoisasi yang berisi informasi mengenai pihak yang ingin
melakukan perundingan. Dapat berupa latar belakang, prestasi dan sebagainya.
Intinya pada bagian ini berisi informasi lengkap mengenai pihak pertama. Bagian
ini berfungsi untuk membentuk citra kepada pihak kedua.
b. Isi. Bagian inti dari tesk negoisasi,
dapat berupa surat penawaran, permintaan, pembelian, persetujuan, pengajuan,
dan lain-lain. Intinya pada bagian ini berisi maksud dari negoisasi yang
diajukan. Jenis negoisasi apa yang hendak dirundingkan dan sebaganiya.
c. Penutup. Dalam menulis teks negoisasi
perhatikan penggunaan kata dan bahasa karena ini akan mempegaruhi proses
negoisasi yang berlagsung. Hal-hal yang harus diperhatikan saat menulis teks
negoisasi yaitu:
- Gunakan bahasa yng sopan dan
santun
- Gunakan kata-kata yang menunjukkan
suatu permohonan
- Gunakan kata-kata yang bersifat
persuasif agar pihak kedua mau membaca dan mengambil kesempatan.
Sementara itu, hal-hal yang
perlu diperhatikan saat melakukan negoisasi secara lisan:
-
Memiliki
ketajaman berpikir. Hal ini penting mengingat dalam negoisasi tujuan
masing-masing pihak adalah untuk memperoleh keuntungan dengan ketajaman
berpikir dapat membantu proses perundingan segera selesai karena dengan
kemampuan analitis pihak tertentu dapat memikirkan kesempatan lain yang lebih
besar.
- Sabar.
Harus sabar karena untuk mencapai kesepakatan dibutuhkan waktu terlebih lagi
jika perselisihan pendapat kerap terjadi.
-
Mampu
beradaptasi dan Mampu bersosialisasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
interaksi kepada orang-orang baru. Saat negoisasi tentunya pihak pertama mampu
dengan mudah membaur dan beradaptasi.
-
Fokus
hanya tujuan yaitu memperoleh keuntungan dari kesepakatan
B.
Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian
konflik dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian
(solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.[1]
Mediasi disebut
emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial
pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang
bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan
yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Pengertian mediasi
menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai di mana para pihak yang
bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg
mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai
hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan
diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga
(mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu
mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan
diterapkan kepada berbagai kasus konflik.
Peran mediator dapat berbentuk
1. Facilitation,
di mana pihak ketiga mendesak dan membujuk pihak-pihak yang bersengketa untuk
berunding secara langsung dalam suasana yang positif dan konstruktif.
2. Conciliation,
di mana pihak ketiga yang netral bertindak sebagai komunikator di antara
pihak-pihak yang berselisih. Ini dilakukan bila pihak yang berselisih menolak
untuk bertemu muka dalam perundingan langsung.
3. Peer –review,
yaitu sekelompok wakil-wakil karyawan (panel) yang bisa dipercaya karena
kemampuannya untuk tidak berpihak, mendengarkan pandangan, pendapat dan
kepentingan pihak-pihak yang berselisih di dalam pertemuan informal dan
konfidensial. Keputusan-keputusan dari panel dapat menjadi acuan untuk
penyelesaian konflik.
4. Ombudsman :
seseorang karyawan sebuah organisasi/perusahaan yang secara luas dihormati dan
dipercaya oleh rekan-rekan sekerjanya, mendengarkan keluhan mereka secara
konfidensial, dan berusaha mencari jalan keluar dengan pihak manajemen.
5. Mediation :
pihak ketiga yang netral dan terlatih secara aktif menuntun pihak-pihak yang
berselisih untuk menggali solusi-solusi inovatif untuk menyelesaikan konflik.
6. Arbitration :
pihak-pihak yang berselisih bersepakat menerima keputusan dari arbitrator yang
netral melalui proses seperti di pengadilan, seringkali lengkap dengan
bukti-bukti dan saksi-saksi.
C.
Arbitrase
Pengertian Arbitrase adalah
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan
pada perjanjian dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Sebagai
salah satu cara penyelesaian di luar peradilan, arbitrase dijalankan atas dasar
kehendak sendiri dari para pihak yang bersengketa dalam bentuk perjanjian
arbitrase.
Pengertian Perjanjian
Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum
sengketa atau suatu perjanjian arbitrase yang dibuat para pihak setelah
sengketa.
Apabila
para pihak pemilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, maka persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam perjanjian
tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal ini para pihak tidak
dapat menandatangani perjanjian tertulis tersebut, maka perjanjian tersebut
harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
Jika
para pihak telah membuat perjanjian arbitrase, maka Pengadilan Negeri tidak
memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terkait
dalam perjanjian arbitrase dan para pihak yang bersengketa tidak lagi berhak
untuk mengajukan penyelesaian sengketanya atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib untuk menolak dan
tidak ikut campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitrase.
Jenis
sengketa yang bisa diselesaikan melalui arbitrase yaitu di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan UU dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa. Jadi, sengketa-sengketa perdata di luar perdagangan,
seperti sengketa di bidang keluarga, tidak bisa diselesaikan melalui arbitrase.
Kekuatan
Mengikat Putusan Arbitrase
Untuk menyelesaikan sengketa bisnis maka
arbitrase adalah penyelesaian sengketa alternative yang sering dipergunakan.
Pada umumnya arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga
peradilan. Kelebihan tersebut antara lain:
a.
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
;
b.
Dapat dihindari kelambatan yang
diakibatkan karena hal prosedural dan administratif ;
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang
menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang
yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
d. Para pihak dapat menentukan pilihan
hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan
arbitrase; dan
e. Putusan arbiter merupakan putusan yang
mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja
ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Macam-Macam Arbitrase
1. Arbitrase
Mengikat, merupakan arbitrase yang putusannya bersifat final,
jadi mengikat selayaknya putusan Pengadilan yang telah inckracht.
2. Arbitrase
Tidak mangikat, merupakan arbitrase yang putusannya
boleh diikuti dan boleh tidak diikuti, mirip seperti fact finding.
3. Arbitrase
Kepentingan, merupakan arbitrase yang tidak memutus
ntuk suatu sengketa, tetapi para pihak memakai jasa mereka untuk menciptakan
provisi – provisi dalam kontrak yang telah mengalami jalan buntu.
4. Arbitrase
Hak,
merupakan arbitrase yang memberi putusan terhadap sengketa diantara para pihak,
bukan hanya sekedar membuat provisi dalam kontrak.
5. Arbitrase
Sukarela, merupakan arbitrase yang dimintakan sendiri oleh
para pihak, baik dimintakan dalam kontrak yang bersangkutan ataupun dalam
kontrak tersendiri.
6. Arbitrase
Ad Hoc, adalah arbitrase yang tidak ada badannya, tetapi
hanya penunjukkan orang – orang secara bebas oleh para pihak sesuai kesepakatan
dengan memberlakukan aturan hukum tertentu.
7. Arbitrase
Lembaga, merupkan kebalikan dari Arbitrase ad hoc dimana
dalam hal ini terdapat lembaga atau badan-badan, serta telah ada aturan mainnya
tersendiri, misalnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau international Centre for Settlement
of Investment Disputes (ICSID).
Dan Arbitrase jenis lainnya
Kelemahan Arbitrase
a. Due Process kurang terpenuhi.
b. Kurangnya unsur Finality.
c. Kurangnya Power untuk mengiring para
pihak ke Setlleement.
d. Kurangnya Power dalam hal penegakkan
hukum dan proses eksekusi.
e. Tidak dapat menghasilkan solusi yang
bersifat pencegahan.
f. Kualitas putu san sangat bergantung
pada kualitas arbiter.
Tahap Pemeriksaan Arbitrase
Prosedur
arbitrase dibentuk oleh ketentuan hukum, perjanjian para pihak dan arahan para
arbiter. Apabila para pihak sepakat bahwa arbitrase akan dilaksanakan
berdasarkan aturan suatu institusi atau aturan ad hoc maka prosedur arbitrase
akan tunduk pada ketentuan institusi atau aturan ad hoc tersebut. Sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1) UU AAPS, “Para pihak dalam suatu perjanjian
yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan
dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
undang-undang ini.”
Berdasarkan UU Arbitrase pemeriksaan arbitrase dilaksanakan melalui tiga (3) tahapan, yakni:
Berdasarkan UU Arbitrase pemeriksaan arbitrase dilaksanakan melalui tiga (3) tahapan, yakni:
1. Tahap Persiapan atau Pra Pemeriksaan, yang meliputi perjanjian Arbitrase
Dalam dokumen tertulis, penunjukan arbiter, pengajuan surat tuntutan oleh
Pemohon, jawaban surat tuntutan oleh Termohon dan perintah arbiter agar para
pihak menghadap sidang arbitrase.
2.
Tahap Pemeriksaan atau Penentuan, yang meliputi awal pemeriksaan
peristiwanya, penelitian atas bukti-bukti dan pembahasannya, mediasi dan
pengambilan putusan oleh Majelis Arbitrase.
3. Tahap Pelaksanaan, yang meliputi putusan arbitrase
yang bersifat final dan mengikat dan pelaksanaan yang bersifat sukarela atau
melalui eksekusi Pengadilan.
4. Tahap Persiapan, Prosedur arbitrase dimulai dengan
pendaftaran dan penyampaian Permohonan kepada institusi arbitrase yang
ditunjuk, dilengkapi dengan segala alat bukti yang berkaitan dengan sengketa
tersebut sesuai dengan aslinya.
D. Perbandingan
Antara Perundingan, Arbitrase dan Legitasi
Arbitrase
merupakan merupakan salah satu bentuk lain penyelesaian perkara atau sengketa
diluar Peradilan. Oleh sebab itu dapat dipahami jika Arbitrase dalam beberapa
hal sama-sama mempunyai keuntungan dan kelemahan, selain itu proses penyelesaian
melalui Arbitrase lebih memberikan kebebasan, alternative penyelesaian, otonomi
dan kerahasiaan kepada para pihak.
Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Adapun beberapa keunggulannya antara lain :
a. Dijamin
kerahasiaan sengketa para pihak;
b. dapat
dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural dan administrative
c. Para
pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan,
pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai maalah yang disengketakan,
jujur dan adil;
d. Para
pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta
proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase. Dan
e. Putusan
arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata
cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Michael B. Metzger mengemukakan pendapat keuntungan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini :
“As compared with the court system, the main advantages clained for arbitration are :
1. Quicker
resolution of disputes,
2. Lower
costs in time and money to the parties, and
3. The
availability of professional who are often expert in the subject matter of
dispute”.
Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas, tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses arbitrase. Di antara kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiaannya, karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia arbitrase dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau yang merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum.
Meskipun penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan jalur pengadilan, tetapi penyelesaian melalui Arbitrase juga memiliki kelemahan-kelemahan. Beberapa kelemahan dari Arbitrase dan ADR adalah :
a. Arbitrase belum dikenal secara luas,
baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis
sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui
keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BASYARNAS dan P3BI.
b. Masyarakat belum menaruh kepercayaan
yang memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga
Arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan
diselesaikan melalui lembaga-lembaga Arbitrase yang ada.
c. Lembaga Arbitrase dan ADR tidak
mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya.
d. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap
hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam Arbitrase, sehingga mereka
seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur
waktu, perlawanan, gugatan pembatalan dan sebagainya.
e. Kurangnya para pihak memegang etika
bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, Arbitrase hanya dapat bertumpu
di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.
Sumber
:
http://www.kelasindonesia.com/2015/05/penjelasan-negosiasi-lengkap.html